(Mendadak) Backpacking Mendadak

Dari kecil kaki ini memang nggak pernah bisa anteng, bawaannya pengen jalan aja setiap kali ada kesempatan. Yes, I do have itchy feet, and traveling is the best cure that I can get. 😉 Untunglah “penyakit” yang persis sama ini juga di derita oleh suamiku, dan bersama kami menjadi family traveler. 🙂 Dari sekian banyak perjalanan yang kami lakukan, perjalanan inilah yang paling berkesan bagiku. Selain karena super duper nekad, perjalanan ini sungguh amat tak terduga. Mau tau gimana ceritanya? Yuukkk mareee….. 😛

Manusia boleh berencana tapi tetap Allah yang memutuskan. Bingung tingkat Mahadewa!! Galau Level 8!! Gimana nggak pusing kalau liburan sekolah udah di depan mata, tapi isi dompet kian menipis. Hiks… rasanya tuh pengen nangis Bombay secara hari yang ditunggu-tunggu udah mendekat, destinasi liburan pun sudah terpilih tapi pengeluaran bulan ini seketika membengkak karena berbagai hal. Dua ban mobil yang harus segera diganti, tagihan kartu kredit, premi asuransi yang jatuh tempo, semua datang di saat bersamaan.  😦

First thing first, memang ada beberapa hal yang harus didahulukan daripada liburan yang sudah kami rencanakan. Tak disangka tak dinyana, ketika hari sudah mulai berdamai dengan keadaan dan mulai pasrah datanglah sebuah kabar berita yang menyentakkan jiwa dan raga (lebay).

Singkat cerita keluarga besar suami di Aceh akan mengadakan kenduri (kirim doa) sebelum bulan Ramadhan tiba. Sudah menjadi tradisi dalam masyarakat Aceh untuk mengirimkan doa bagi kedua orang tua yang sudah meninggal sebelum bulan puasa di mulai. Semasa hidupnya dulu ayah mertua adalah Imam Masjid yang sangat di hormati sehingga penduduk sekitar siap membantu seluruh acara dengan penuh suka cita. Kakak di Aceh ingin kami semua datang, maklumlah keluarga dari pihak abang memang keluarga besar, ada sepuluh bersaudara. 😉

Kami mencoba membuka beberapa situs maskapai penerbangan, berharap ada tiket promo dadakan yang di tawarkan. Seperti yang sudah kami duga, harga tiket melambung tinggi mengingat adanya liburan sekolah. “Biar besok ade yang telpon kak Inong, minta maaf kita nggak bisa dateng,” kataku menyemangati abang yang wajahnya penuh dengan sejuta kekecewaan. Jarak yang membentang antara Surabaya- Aceh membuat kami hanya bisa berkumpul dengan seluruh keluarga dua tahun sekali. 😦

Seminggu berlalu, keputusan masih belum berubah, kami nggak akan bisa pulang untuk ikut kenduri meskipun semua kakak masih mengharapkan kedatangan kami. “Ayo lah Na, pulang. Kakak janji lepas kenduri kita ke Aceh Tengah. Muna pengen ke Takengon kan?” salah seorang kakak membujuk kami dengan bonus liburan di pegunungan Takengon. Sementara kakak yang lain menjanjikan kami ke traveling ke Meulaboh. Nyesek banget rasanya, begitu banyak janji surga dari kakak-kakak tapi kantong kami saat itu memang lagi seret pake banget, hiks…

Keesokan harinya, selepas mengantar si kecil Nadia ke sekolah tiba-tiba terpikir sebuah ide. Dengan harap-harap cemas kupacu si merah (nama sayang untuk mobil mungiku) menuju ATM terdekat. Benar saja, ada satu tabungan yang memang tak pernah kami sentuh, kami sebut ini sebagai tabungan darurat. Tabungan ini hanya akan digunakan di saat genting, nah masalahnya apakah situasi ini termasuk genting??

Sebagai istri yang shalihah dan baik hati (tsaaahh), aku ingin dong membahagiakan hati suami. Aku tahu betapa inginnya abang menghadiri kenduri Mamak dan Ayah. Ah.. sudahlah kuputuskan untuk menggunakan tabungan ini. Insyaallah akan ada rejeki lagi untuk kami esok hari. Bukankah Allah menjanjikan ladang pahala dan rejeki bagi orang-orang yang menyambung tali silaturahmi??

“Kita niatkan ini untuk silaturahmi bang, kita pakai uang ini untuk pulang. Kalau pun nggak sempet liburan jauh nggak apa-apa deh, sebelum pulang kita jalan keliling kota Medan aja,” usulku pada abang. Pucuk dicinta ulam tiba… setelah kami sepakat dengan tanggal keberangkatan dan mengecek situs maskapai Air Asia kami mendapat tiket yang lumayan terjangkau. Entah gimana ceritanya tiket yang minggu lalu berharga diatas satu juta saat itu turun hingga Rp 550.000,00. Meskipun kalau booking untuk 3 orang PP jatuhnya cukup mahal bagi kantong backpacker, bagi kami ini tetap rejeki nomplok. Bagiamana pun keadaannya saat traveling kami bertiga adalah satu paket, mau nggak mau keadaan itu harus diterima dengan lapang dada, tinggal bagaimana menyiasati pengeluaran yang ada aja. 😉

27 Juni 2013 berbekal dua tas ransel yang fully loaded kami sekeluarga cabut menuju Bandara Internasional Juanda untuk mengejar penerbangan pertama Air Asia ke Medan. Kami memutuskan untuk langsung melanjutkan perjalanan menuju Langsa, Aceh lewat jalan darat. Malam harinya acara kenduri berlangsung lancar. Dua hari bercengkrama dan silaturahmi dengan keluarga di Aceh kami putuskan untuk kembali ke Medan. Sesuai kesepakatan, kami akan menghabiskan sisa tiga hari liburan kami keliling kota Medan dengan mobil salah satu kakak yang tinggal di Medan, lumayan ngirit lah pake mobil gratisan hehehe.

kumpul keluarga besar Abdulah Mahmud, walaupun udah segambreng, itu masih belum semua lhoo ;)

kumpul keluarga besar Abdulah Mahmud, walaupun udah segambreng, itu masih belum semua lhoo 😉

Sesampainya di Medan rencana berubah total. Rupanya angin kota Medan berpihak pada kami. Kakak ipar mengajak kami ke Berastagi. Aku yang sudah membayangkan hanya bisa keliling kota Medan mendadak sumringah mendengar tawaran kakak iparku yang baik hati. Setelah memasukkan beberapa keperluan dalam satu ransel meluncurah kami ke kota Berastagi, Puncak nya orang Medan. Letak Berastagi yang berada di kaki gunung Sibayak membuat lokasi ini menjadi tujuan wisata favorit warga Medan dan sekitarnya.

kalo mbak Indah Nuria Savitri udah pernah ke Pagoda yg asli, aku nyicil ke replikanya dulu dyeh ;)

kalo mbak Indah Nuria Savitri udah pernah ke Pagoda yg asli, aku nyicil ke replikanya dulu dyeh 😉

DSC_0643Setelah dua jam perjalanan dan beberapa mangkuk soto Medan yang maknyus kami menuju tempat wisata pertama, Taman Wisata Alam Lumbini. Meskipun masih tergolong baru, tempat wisata yang juga merupakan replica Pagoda Shwedagon di Myanmar. Pagoda ini juga tercatat memegang dua rekor MURI yaitu Pagoda tertinggi di Indonesia (rekor pertama) dan kebaktian yang di hadiri bhiksu terbanyak (rekor kedua). Selain bangunannya bernuansa emas dan sangat megah, Pagoda ini juga memiliki taman yang berada di bawah Pagoda. Pengunjung harus menuruni anak tangga hingga mencapai dasar bukit agar bisa menikmati keindahan taman ini sepuasnya. Uniknya untuk masuk Pagoda nggak dikenakan biaya lho, gratis, pengunjung hanya di minta mengisi buku tamu aja. Cucok banget sama keadaan kami yang lagi kepepet hehehe.

taman di bawah Pagoda Lumbini

taman di bawah Pagoda Lumbini

buah2 seger di pasar Berastagi

buah2 seger di pasar Berastagi

Setelah makan siang di pasar Berastagi (tanpa bisa belanja apapun hiks) sambil menikmati beraneka buah dan sayur yang di jual pedagang, perjalanan kami lanjutkan ke Mata Air Sidebuk-debuk. Menurut kepercayaan setempat, mat air yang banyak mengandung belerang ini bisa menyembuhkan banyak penyakit kulit. Cukup membayar Rp.10.000 per kepala kami bisa berendam sepuasnya dengan air hangat yang berasal dari mata air Gunung Sibayak. Seharian keliling Berastagi kami hanya mengeluarkan Rp. 30.000 untuk tiket masuk. Thank you Allah !!! 🙂

Malamnya setelah mendarat di rumah dengan selamat, satu berita bagus pun ikut mendarat bersama kami. Rupanya kakak ipar mendengar keinginanku mengunjungi Danau Toba yang terpaksa harus tertunda karena ketiadaan budget. Yah namanya juga backpacker wannabe, kami sekeluarga memang doyan traveling tapi apa daya kami tak punya cukup dana untuk membiayai hobi kami ini. Sementara ini baru beberapa tempat indah di Indonesia yang bisa kami kunjungi, itupun seringkali dengan modal nekad. Bila situasi mendukung, ada promo tiket murah kami akan langsung booking dan merencanakan traveling, namun tak jarang juga promo tiket murah kami lewatkan karena memang tak ada budget lebih yang bisa kami gunakan lagi. Bagi kami traveling tak melulu berarti menghabiskan banyak uang, tapi bagaimana mengeksplorasi tempat-tempat indah di sekitar kita yang kadang tak kita sadari keberadaannya. Banyak lho tempat yang bisa dikunjungi dalam waktu singkat dan biaya yang semepet-mepetnya. 🙂

Nah kembali ke cita-cita traveling ke Danau Toba, rupanya diam-diam kakak iparku mencoba melobi mes milik PTPN II tempatnya bekerja. Syukurlah rupanya ada satu mess yang available. Bak disiram air dingin dari Gunung Sibayak, bahagia merajai hatiku seketika. Impian yang semula sudah kusimpan rapat-rapat di sudut hati kembali kembali menemukan jalan keluarnya. Keesokan paginya, kami semua cabut menuju Parapat, kota dimana Danau Toba bersemayam. Setelah lima jam perjalanan melewati perkebunan Kelapa Sawit, sampailaj kami ke tempat tujuan. Rasanya pagi itu aku pengen teriak seperti Dora the Explorer; “Berhasil…Berhasil….Hore !!!!”

Breathtaking Danau Toba

Breathtaking Danau Toba

Meskipun hanya dua hari satu malam, puas sudah kami menikmati keindahan Danau Toba. Kami mengelilingi salah satu Danau terbesar di dunia ini dengan kapal sewaan, melihat Batu Gantung, jalan-jalan di Tomok, sebuah desa kecil yang terletak di Pulau Samosir. Please noted, kami cuma jalan-jalan mengelilingi para penjual souvenir menawarkan daganganya dengan penuh semangat pada kami. Suasananya hampir mirip seperti suasana Pasar Seni Sukawati di Bali. Berbagai souvenir khas danau Toba tersedia. Mereka nggak tau sih isi dompet kami ini udah bener-bener nggak bisa di ganggu gugat lagi, hanya ada sedikti jatah hari ini dan uang untuk bayar airport tax besok. Dana kami yang terbatas ini harus bisa dikelola sebaik-baiknya demi kemakmuran bersama. 😉

DSC_0669

together forever, insyaallah

together forever, insyaallah

DSC_0796Ditengah kepungan para penjual souvenir ternyata ada rumah adat Karo dan makam Sigale-gale. Masih ingat dong legenda Danau Toba yang mengisahkan seorang nelayan (Sigale-gale) yang menikah dengan seekor ikan yang ditemukannya di Danau. Dari pernikahan mereka ini lahirlah Samosir, yang kemudian namanya diabadikan menjadi nama pulau disini. Disamping makan Sigale-gale ini ada rumah-rumah adat yang ternyata masih dihuni penduduk sekitar. Kita hanya bisa menikmati aristekturnya dari luar sambil foto-foto karena ternyata di dalam ada penghuninya.

Sebelum berpisah dengan Danau Toba yang memukau, kami sempatkan berenang dulu karena kalau nggak di celupin ke dalam air anakku bisa mogok di tengah jalan. Sembari menunggu Nadia yang asyik menantang deburan ombak Danau Toba bersama sang papa, kusempatkan mengambil beberapa foto sebagai tanda perpisahan. Bersamaan dengan tenggelamnya matahari dalam cakrawala dengan enggan kami pun beranjak peninggalkan Danau Toba.

katanya sih rumahnya Sigale-Gale

katanya sih rumahnya Sigale-Gale

DSC_0709

Liburan kali ini sungguh terasa seperti mimpi. Sesaat kami bersedih karena harus merelakan rencana liburan yang telah kami rencanakan, namun takdir Allah membawa kami ke Danau Toba, salah satu destinasi traveling dambaanku, bahkan dengan budget yang super duper miring. Hanya berbekal tiket PP dan Rp.1.000.000 sebagai bekal, kami berhasil menghadiri acara keluarga di Aceh, keliling Berastagi dalam sehari, dan dua hari semalam di Danau Toba. Siapa bilang silaturahmi itu merepotkan dan membosankan. Berbekal silaturahmi yang selalu kami jaga baik dengan seluruh keluarga, kami bisa berlibur dengan seribu kemudahan dan menghemat banyak biaya. 🙂

Moral of the story: jangan ragu untuk berbuat baik, karena sesungguhnya saat kamu berbuat baik pada orang lain, kamu sedang berbuat baik pada dirimu sendiri. Dan ingatlah, Allah tidak pernah tidur. 🙂

sayonara Lake Toba, semoga bisa kembali lagi someday :)

sayonara Lake Toba, semoga bisa kembali lagi someday 🙂

 

My Itchy Feet…Perjalananku yang tak terlupakan”

 

50 thoughts on “(Mendadak) Backpacking Mendadak

  1. yeaaayyy!! Rencananya cm keliling2 Medan, malah jadinya kemana-mana, ya 🙂 Saya penasaran sama keindahan Danau Toba.

    Bagiamana pun keadaannya saat traveling kami bertiga adalah satu paket => toss dulu sama kalimat yang ini, ah. Saya setuju banget. Cuma bedanya kalau saya berempat hihi

    Like

  2. Waduh jadi keingat pas keliling Sumut tahun 2006 Toba,Brastagi terakhir di tapanuli Utara yang dinginnya pol plus susah cari makanan halal sampai di rawat di RS tapi asyik dah keliling -keliling dapat uang lagi. 😀

    Like

  3. Asyik, saya juga sudah ke Medan tapi nggak sampai ke Toba.Maklum nggak punya guide dan memang ada acara dengan kapolda.
    Semoga lain kali bisa ke Medan lagi
    Terima kasih reportase yang ciamik.
    Semoga berjaya dalam GA
    Saya menyusul
    Salam hangat dari Surabaya

    Like

  4. memadukan perjalanan untuk silaturahmi dan travelling adalah kombinasi yang sungguh luarbiasa,
    secara emosional, hubungan kekeluargaan tetap terjaga baik, plus bonus bisa mengunjungi tempat-tempat yang super indah di Medan…
    selamat berlomba, semoga menjadi yang terbaik….. salam 😉

    Like

  5. danau toba itu baguss bangett makk ^^
    aku udah pernah juga kesitu hehehe

    btw kalo suamiku ngga mau diajak backpacker huhuhu maunya liburan enak yang bikin kantong bolong hahaha

    Like

  6. serasa mengikuti setiap langkah kaki setelah membaca tulisan ini.
    Saya pun merasakan kurang pas jika jalan-jalan nggak dengan keluarga lengkap berlima, apalagi si sulung yang suka seambreg kegiatan di sekolahnya.
    Jajalan-jalan dan silaturahim, itulah kesempatan yang sering kali saya lakukan. Sayangnya tujuan sumatera apalagi toba, belum terpikirkan padahal sudah cukup sering ‘diiming-imingi’ banyak tulisan keelokan toba.
    Salam siaturahim dari Blitar

    Like

    • iya mas, rasanya gimana gitu ya kalo salah satu nya ga ada, ga seru ajah. Semoga bisa segera menjelajah bumi Sumatra.
      btw saya belum pernah niih ke Blitar, jadi pengen apalagi kalo ada temen yang bisa di kunjungi 🙂

      Like

Leave a reply to Helda Fera Puspita Cancel reply