Takbir Rindu di Istanbul: Kembalinya Cinta Dari Masa Lalu

Judul: Takbir Rindu di Istanbul

Penulis: Pujia Achmad

Penerbit: Puspa Populer

Tahun Terbit: Cetakan I, 2013

Harga: Rp 55.000.

ISBN: 978-602-8290-93-7

Halaman: 330

 

Sinopsis

Zaida bersiap mengubur harapannya belajar di Belanda ketika pemuda saleh bernama Ilham datang meminangnya Namun, rencana pernikahannya kandas karena orang tua Ilham sudah memiliki calon yang dipersiapkan untuk anak lelakinya, seorang  hafidzah, muslimah penghafal Al Quran yang juga merupakan keturunan seorang ustadz yang cukup disegani. Kegagalan itulah yang membuat Zaida berkecil hati karena Ia bukanlah hafidzah dan memutuskan belajar di sekolah Al Quran. Sayangnya, ia tidak lulus. Ia pun akhirnya pergi ke Belanda dengan membawa luka hati.

Di Belanda Zaida bersahabat dengan Putri, seorang hafidzah yang membantunya belajar menghafal Al Quran. Seorang pria dari masa lalu Zaida tiba-tiba muncul dan melamarnya. Zaida merasa sangat bahagia menerima pinangan Salman, pemuda tampan, shalih, dan seorang hafidz. Namun ditengah kebahagiaannya itu tersimpan luka karena ternyata Putri pun menaruh hati pada Salman.

Pernikahan Zaida dan Salman mengalami cobaan dengan hadirnya bos cantik yang jatuh hati pada Salman. Pada saat yang bersamaan di Istambul tanpa sengaja Zaida bertemu Ihlam, cinta masa lalunya yang ternyata juga sedang mengalami prahara dalam rumah tangganya. Sebuah kisah cinta penuh liku yang dialami para penggiat dakwah yang tak pernah lelah untuk mengabdikan dirinya pada agama Allah.

 

Takbir Rindu di Istanbul

Sebuah novel Islami yang sarat dengan hikmah dan pesan moral yang dikemas dengan apik oleh sang penulis. Membacanya mengingatkanku untuk selalu bersyukur atas apa yang telah Allah tetapkan dalam kehidupanku. Manusia pasti memiliki impian dan harapan yang kadang kala tak sejalan dengan scenario Allah. Wajar bila sebagai manusia, kita merasa sedih saat harapan tak tercapai, namun percayalah sesungguhnya Allah telah mempersiapkan sesuatu yang jauh lebih baik untuk kita. Seperti Zaida yang sempat merasakan kesedihan mendalam saat gagal menikah tapi Allah akhirnya mempertemukannya dengan Salman, seorang hafidz yang berhati lembut.

Kota Rotterdam menjadi sebagian besar setting cerita novel ini. Rajutan kalimat sang penulis mampu membawa angan kita menyusuri kota indah di Belanda ini. Salah satu adegan favoritku adalah saat Zaida dan Salman menikah diatas kapal menyusuri sungai Maas. Dihiasi bintang gemintang dan cahaya rembulan suasana pernikahan terasa sangat romantic

 

Malam itu, sebuah perahu berhiaskan lampu-lampu tengah menyusuri Sungai Maas yang membelah kota Rotterdam. Sepasang pengantin tengah menatap langit yang penuh bintang. Tampak bulan sabit dengan bentuknya yang indah menggantung di langit Rotterdam. (Takbir Rindu di Istanbul, 2013: 153)

 

Manisnya madu pernikahan Zaida sempat memudar saat zaida mengetahui bahwa boss Salman menyimpan cinta pada suaminya. Merasa tak nyaman, Salman pun memutuskan berhenti bekerja. Keadaan itu membuat rumah tangga mereka berada dalam situasi sulit. Salman yang seorang dokter pun harus rela bekerja sebagai penjaga supermarket. Zaida sempat marah mengetahui hal ini, sesuatu yang menurutku cukup aneh. Sudah menjadi hal lumrah bagi pelajar dan pendatang diluar negeri memiliki blue colar jobs, pekerjaan tanpa keahllian khusus yang kadang jauh dibawah kapasitas kemampuan dan ilmu seseorang. Sebagai istri yang juga pelajar seharusnya Zaida mengerti dan menerima keputusan Salman.

blue mosqueSettingpun berpindah ke Turki saat Zaida dan bayinya memutuskan untuk menyusul Salman ke Istanbul. Mengingat judul novelnya, rasanya penulis kurang mengeksplorasi setting kota Istambul. Saat membaca judulnya ekspektasiku terhadap novel Islami ini adalah penuh dengan adegan seru yang berlatar belakang Istanbul nan mempesona namun cerita hanya berputar pada Blue Mosque dan rumah Ilham. Meskipun penulis belum pernah mengunjungi Istanbul, banyak buku dan artikel yang dapat digunakan sebagai referensi.

Tak ada yang sempurna di dunia ini begitupun dengan novel takbir Rundu di Istanbul. Banyak adegan yang terkesan dipaksakan dan penuh dengan kebetulan. Konflik rasanya tak pernah surut dari novel ini, membuatku seakan menonton adegan sinetron dengan konflik yang terlalu diada-adakan. Salah satu contoh adegan yang menurutku sangat dipaksakan adalah ketika Salman menemukan surat yang pernah ditulis zaida untuk Ilham. Disaat yang sama, Hamidah pun mengalami hal serupa. Andaikan penulis lebih mengeksplor salah satu konflik hingga sampai pada klimax yang membuat pembaca penasaran tentu akan lebih asyik lagi.

Penulis juga memasukkan keindahan tarian Saman, khas Aceh dalam cerita. Setiap gerakan digambarkan dengan apik, sayangnya  lagu pengiring tarian yang menggunakan bahasa Aceh tidak diterjemahkan artinya. Lagu pengiring tari Saman sangat indah dan dalam maknanya, alangkah baiknya bila diterjemahkan maknanya agar pembaca mengetahui artinya atau setidaknya diberi catatan kaki. (hal: 96-99)

Novel ini mampu mengajak pembacanya untuk mengikuti lika liku kehidupan para pendakwah yang ternyata tak luput dari jeratan cinta. Sebuah perasaan yang pastinya dirasakan semua manusia karena merasakan cinta juga merupakan fitrah seorang manusia. Bagaimana para tokoh menyikapi gejolak cinta yang tentunya tetap dalam koridor ajaran Islam membuat novel ini pantas disebut novel Islami dan sangat dianjurkan dibaca tak hanya oleh para penggiat dakwah di kampus, namun juga remaja pada umumnya agar dapat menempatkan cinta dengan sebaik-baiknya.

Takbir Rindu di Istanbul Pujia

 

14 thoughts on “Takbir Rindu di Istanbul: Kembalinya Cinta Dari Masa Lalu

  1. Turki memang setting yg eksotis, meskipun pernah juga masuk dalam Scam City-nya National Geographic. Menarik itu bagaimana para pendakwah menyikapi perasaan cinta.

    Like

Leave a comment