Dua Dunia yang Kucintai

Assalamualaikum Sahabats ….
Kalau perang Uhud, perang dunia I dan II, bahkan agresi militer Israel terhadap Palestina sudah berakhir, ada sebuah perang yang rasanya nggak pernah ada ujungnya. Peperangan ini memang nggak mengorbankan nyawa, melainkan perasaan yang sering kali hati hancur berkeping-keping dan jiwa remuk redam #halaahh, saat kedua pihak bersitegang. #Momswar!! Perang sengit antar para ibu yang merasa posisinya paling benar, pilihannya paling tepat. Menjadi Stay at home ataupun Working mom, bukankah itu pilihan kita sendiri? Hidup kita sendiri?

Salah satu impianku adalah menjadi seorang guru dan mimpi itu juga yang membuatku memutuskan untuk melanjutkan studi S2 setelah menikah. Abang sudah tahu itu dan Ia selalu mendukung penuh impian itu. Tak lama setelah lulus, aku diterima mengajar di sebuah universitas swasta. Bahagia karena impian ini tercapai, tapi juga galau karena harus meninggalkan Nadia yang saat itu masih balita (2 tahun).

wisuda s2 (abaikan badan yg bohay karena lg nyusuin) :P

wisuda s2 (abaikan badan yg bohay karena lg nyusuin) 😛

Untungnya ada mama yang selalu siap membantu menjaga Nadia saat aku bekerja. Tapi yang namanya ibu, pasti teringat anak-anaknya, dimanapun dia berada. Sebahagia apapun ibu di kantornya, semaksimal apapun usaha ibu untuk mengaktualisasikan dirinya diluar sana, selalu ada ruang dihatinya dimana Ia begitu merindukan pelukan hangat keluarganya. Disaat aku bersendagurau dengan mahasiswa, ada kerinduan pula bercanda dan bermain bersama Nadia. Ada kalanya aku mengunci diri di kamar mandi kampus untuk sekedar melepas sedih disaat asmanya Nadia kambuh dan aku harus berjibaku dengan seribu satu tugas kantor. Inilah pilihan hidup yang sudah kuambil, susahnya, senangnya, semuanya aku yang menanggung, bukan orang lain.

Semuanya berjalan lancar sampai impian dihadapkan pada kenyataan. Manusia punya rencana, Allah yang menentukan. Ketika karier sebagai dosen mulai tampak menjanjikan, keluarga justru berada dalam status siaga. Saat itu kami menjalani LDM (long distance marriage) hampir 6 tahun. Komunikasi yang mulai kacau, konflik mulai muncul, terutama tumbuh kembang Nadia yang sedikit bermasalah. Akhirnya diskusi panjang lebar dengan suami dan doa panjang pada Allah aku memutuskan berhenti mengajar. Meninggalkan semua mimpiku demi keluarga.
Tiga tahun yang lalu dengan deraian airmata aku meninggalkan Universitas yang sudah menjadi rumah bagi mimpiku. Sejuta perasaan muncul hari itu, sedih, kecewa, bahkan bahagia karena setelah bertahun-tahun berpisah kami bisa berkumpul sebagai keluarga yang utuh. Sejak hari itu aku resmi menyandang status sebagai stay at home mom. Bahagiakah aku?

bernarsis ria, mahasiswa sama dosen nggak ada bedanya;)

bernarsis ria, mahasiswa sama dosen nggak ada bedanya;)

Episode Sidoarjo
Stres! Itulah yang pertama kali kurasakan diawal kepindahan kami. Aktivitasku yang semula padat kini kosong. Bingung harus apa. Rumah kecil, perumahan baru yang masih sepi, dan tiada teman berbagi. Pagi hari setelah abang dan Nadia berangkat, aku sendiri bingung harus apa. TV akhirnya jadi pelarian. CSI, NCIS, Criminal Minds, Castle, Bones, dan hampir semua drama seri detektif jadi tontonan setiap hari. Sampai pernah terpikir lama-lama jadi kriminal nih saking seringnya nonton film beginian. 😛

Hari berganti bulan, bulan berubah tahun sampai akhirnya sebuah tawaran menulis mampir. Aku bahkan nggak ingat pernah punya hobby menulis, tapi tantangan itu kujawab. Dan ternyata itulah jawaban dari Allah. Menulis. Dengan menulis aku ada, tulisanku membuatku “hidup kembali.” Aku yang sering murung mulai bahagia sejak menulis. Bahkan kedua hobbyku, traveling dan menulis, menyatu dalam blog. Aku mulai menemukan jalanku. Menulis membuatku lebih menikmati peranku sebagai ibu. Menulis membawaku pada dunia baru dan teman baru, dan sesekali penghasilan baru. 🙂

alhamdhulilah, sesekali bisa traveling bertiga :)

alhamdhulilah, sesekali bisa traveling bertiga 🙂

Happy wife, happy life,” kuote itu pas sekali menggambarkan hidupku. Rasa bahagianya menular pada seluruh keluarga. Pertumbuhan Nadia meningkat pesat, pekerjaan abang baik, sesekali bisa traveling, pokoknya hidup terasa bahagia. Aku yang awalnya merasa jadi ibu rumah tangga itu nggak keren, sekarang sudah bisa menikmati peran ini seutuhnya. Biarlah kalau memang impian menjadi pengajar tak terkabul, toh aku punya keluarga bahagia. Terserah kalaupun ada orang lain yang mencemooh pilihanku menjadi ibu rumah tangga, toh aku bahagia menjalaninya. This is my life, my decisions, not yours!

Episode Semarang
Lagi-lagi takdir Allah menentukan kehidupan manusia. Pekerjaan abang membawa kami kembali lagi ke kota Semarang. Berat banget meninggalkan Sidoarjo tapi aku masih merasa nyaman dengan karierku sebagai ibu rumah tangga dan meskipun sudah pindah ke Semarang, aku masih ingin menekuni dunia menulis. Semua berubah saat dialog ini terjadi beberapa waktu lalu

Nadia: Ma … aku bosen lihat mama di rumah terus. Dulu kan mama kekantor, tiap hari pakai baju cantik, mama juga cantik. Aku suka liatnya. Sekarang mama kerja di laptop, kerjanya di rumah terus, pakenya daster. #ketauandehkostumkebanggaansiemak
Mama: Lha kan mama di rumah supaya bisa sama Nadia terus. Sambil nemenin Nadia, mama kerja di laptop (nulis)
Nadia: tapi aku lebih suka mama ke kantor
Mama: jadi mama kerja aja lagi? Terus Nadia gimana?
Nadia: kan ada jidah (nenek). Mama kerja aja lagi tapi kalau aku pulang sekolah mama sudah harus di rumah lho ya

Sebulan kemudian ….
Siapa sangka Allah menuntunku kembali menekuni dunia yang sudah kutinggalkan. Bedanya sekarang aku memilih jadi dosen lepas saja supaya bisa memenuhi janjiku pada Nadia. Mama akan bekerja dan saat Nadia pulang sekolah mama sudah di rumah lagi. Menunggu Nadia. 🙂 Kembali menjalani cita-cita sambik terus belajar menulis, dan tentunya tetap selalu ada untuk Nadia tercinta. Fabi ayyi ala i rabbikumatukadzziban. 🙂

Pernah menjalani kedua peran ini (stay at home mom and working mom) membuatku bisa merasakan suka duka masing-masing pilihan. Tidak ada yang salah dengan menjadi stay at home mom atau working mom, yang salah adalah manusia-manusia nyinyir yang hobby mencela orang lain. Setiap ibu punya alasannya masing-masing, jadi kenapa harus saling mencela? Kenapa kita tidak menghargai pilihan orang, toh bukan kita yang menjalankan peran itu.

Unless you’ve been in her shoes you won’t know her story. So don’t judge!!!!!

ga momwars

‘Tulisan ini diikutsertakan dalam GA Every Mom Has A Story #stopmomwar’

50 thoughts on “Dua Dunia yang Kucintai

  1. Aku juga berhenti kerja saat anakku masih 1 tahun Mbak Muna. Habis itu aku agak depresi yang ditandai suka makan dan badan bomber. Tapi alhamdulillah berkat sering dipuji-puji bahwa anak saya sehat2 depresi itu hilang dengan sendirinya. Sekarang setelah mereka besar aku bersyukur bahwa dulu memutuskan bekerja di rumah.
    Sukses ya dengan kontesnya. Dan selamat menikmati kembali jadi dosen 🙂

    Like

  2. “Tidak ada yang salah dengan menjadi stay at home mom atau working mom, yang salah adalah manusia-manusia nyinyir yang hobby mencela orang lain” —>> Setuju banget mbak 🙂

    Like

  3. Betul mbak, saya juga suka bingung sama yang suka nyinyir. Kalau mereka sudah yakin dengan pilihan mereka kenapa selalu memojokkan pihak yang lain. Semua ibu baik yg di rumah maupun yg bekerja di luar, sama sama mulia. Itu! *mario teguh style* 🙂

    Like

  4. sama dengan pemikiranku soal jd dosen lepas, aku ga jengkel krn ga diangkat2 jd dosen tetap, disyukuri krn justrubebas dan masih banyak waktu sama anak tapi juga ga ninggalin dunia mengajar..hehe…ayok kapan janjian lunchie bareng di kampus hehehe….

    Like

    • Aturan Allah pasti yg terbaik ya mbak..aku pun ternyata bahagia dgn status yg ga jelas ini..yg penting keluarga ttp terurus karir pun ttp jln 🙂
      Yuk ah bis mid smester kita kongkow di pumanisa 😉

      Like

  5. Dua profesi ini sama-sama mulia kok. Cuma kita aja yang sering meributkan hal-hal sepele. Dua-duanya keren kalau dijalani dengan penuh tanggung jawab. Tak ada yang tahu kebutuhan dapur masing-masing keluarga. Jadi ya enjoy aja. Lakukan yang kita nikmati selagi itu baik dan tidak melanggar hukum. Orang lain komentar monggo aja, ga ngaruh apa-apa. Yang penting ngeblog dan terus berbagi inspirasi ya Bu Dosen!

    Like

  6. uhuuyy…bu dosen yg cantik, kapan kita kopdar lagi niiiyy… bukumu ini loh kapan nyampenya ntar hihiiii… Setuju sekali dengan tulisan ini, terima kasih udah bercerita dr dua sisi kaca mata. Memang sudah sepatutnya kita syukuri saja apa yg ada pada kita dan sedang kita jalani. Be a happy mom, tuuull???

    Like

  7. Iya Mak.. hal seperti ini sungguh miris. Bukan cuma momswar loh Mak, hal-hal yang ada di dunia perempuan seolah jadi senjata untuk berperang oleh sesama perempuan seperti Hijab Syar’i vs non Syar’i , Ibu menyususi vs Sufor, dll..
    Sejatinya memang kita tak perlu merasa menjalani cara yang lebih baik, karena segala cara itu merupakan solusi bagi setiap orang yang menjalani 🙂

    Like

  8. “Peperangan ini memang nggak mengorbankan nyawa, melainkan perasaan yang sering kali hati hancur berkeping-keping dan jiwa remuk redam #halaahh, saat kedua pihak bersitegang. #Momswar!!” > jangankan soal mau di rumah aja atau mau bekerja Mak, tentang bayi kapan mandi air dingin aja bisa jadi masalah (atau dipermasalahkan) bagi beberapa emak he he. Mungkin timbul pikiran “Gw aja bisa, anak gw aja bisa, kok lo & anak lo ga bisa, kan kondisi kita sama.” Padahal IMHO ngga ada kondisi keluarga yang bener-bener sama/mirip, pasti banyak perbedaannya, yang pada akhirnya membuat ibu & ayah harus membuat keputusan yang berbeda dengan keluarga lain. Saya sampai pernah leave suatu grup karena nggak tahan sama #momswar nya. Daripada ribut mending ngeblog kayak Mak Muna, siapa tahu dari pengalaman kita ada emak lain yang bisa mengambil hikmahnya he he.

    Like

Leave a comment